Fungsi
Al Qur'an
Ada beberapa tujuan diturunkannya Al
Qur’an.
1. Sebagai bukti berasal dari Allah
SWT. “Dan apabila engkau tidak mendatangkan satu ayat (Al Qur-an) kepada
mereka, mereka berkata, “Mengapa tidak engkau buat sendiri ayat itu?”
Katakanlah,”Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dari
Tuhanku. Inilah (Al Qur-an) adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu,
petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman”. (QS. Al A’raf: 203). Orang kafir
beranggapan bahwa Al Qur-an itu adalah karangan Nabi Muhammad saw, sehingga
apabila wahyu tidak turun, maka mereka meminta kepada beliau untuk mengarang
ayat. Tentu saja hal ini merupakan ejekan mereka kepada Nabi Muhammad.
2. Sebagai pembenar kitab-kitab suci
sebelumnya, yakni Taurat, Zabur, dan Injil. “Dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad) adalah Al-Kitab (Al Qur’an) itulah yang benar,
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya.” (QS. Fathir: 31)
3. Sebagai pelajaran dan penerangan.
“Al Quran itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang memberi
penerangan.” (QS. Yaa Siin: 69)
4. Sebagai pembimbing yang lurus. “Segala
puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Quran dan Dia tidak
mengadakan penyimpangan di dalamnya, melainkan sebagai bimbingan yang lurus.”
(QS. Al-Kahfi: 1-2)
5. Sebagai pedoman bagi manusia,
petunjuk dan rahmat bagi yang meyakininya. “Al-Quran ini adalah pedoman bagi
manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakininya.” (QS. Al Jatsiyah:
20)
6. Sebagai pengajaran. “Dan
tiadalah ia (Al Qur-an), melainkan pengajaran untuk semesta alam.” (QS. AI
Qalam: 52)
7. Sebagai petunjuk dan kabar
gembira. “Kami turunkan kepadamu Kitab (Al Qur-an) yang menjelaskan segala
sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi oranggorang muslim.” (QS.
An Nahl: 89)
8. Sebagai obat penyakit jiwa. “Hai
sekalian manusia, sungguh telah datang kepada kamu pengajaran dari Tuhanmu (Al
Qur-an), penyembuh penyakit-penyakit dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”. (QS. 10/Yunus: 57)
Fungsi lain Al-Quran yang tidak
kalah penting, adalah sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad saw., dan bukti
bahwa semua ayatnya benar-benar dari Allah SWT. Sebagai bukti kedua fungsinya
yang terakhir paling tidak ada dua aspek dalam Al-Quran itu sendiri: 1)
Isi/kandungannya yang sangat lengkap dan sempurna; 2) Keindahan bahasanya dan
ketelitian redaksinya; 3) Kebenaran beritaberita gaibnya; dan 4)
Isyarat-isyarat ilmiahnya.
1. Isi/kandungan Al-Quran
Isi Al-quran mencakup dan menyempurnakan pokok-pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu (Taurat, Injil, dan Zabur). Sebagian ulama mengatakan, bahwa Al-Quran mengandung tiga pokok ajaran: a) keimanan; b) akhlak dan budi pekerti; dan c) aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar sesama manusia. Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa Al-Quran berisi dua peraturan pokok: a) Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT; dan b) Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan alam sekitarnya.
Isi Al-quran mencakup dan menyempurnakan pokok-pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu (Taurat, Injil, dan Zabur). Sebagian ulama mengatakan, bahwa Al-Quran mengandung tiga pokok ajaran: a) keimanan; b) akhlak dan budi pekerti; dan c) aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar sesama manusia. Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa Al-Quran berisi dua peraturan pokok: a) Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT; dan b) Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan alam sekitarnya.
Kelengkapan dan kesempurnaan isi Al
Qur-an ini diakui juga oleh para pakar Barat, di antaranya oleh Edward Gibbon.
Ahli sejarah Inggris (1737-1794) ini mengatakan. “Al Qur-an adalah sebuah kitab
agama, yang membahas tentang masalah-masalah kemajuan, kenegaraan, perniagaan,
peradilan, dan undang-undang kemiliteran dalam Islam. Isi Al Qur-an sangat
lengkap, mulai dari urusan ibadah, ketauhidan, sampai soal pekerjaan
sehari-hari, mulai dari masalah rohani sampai hal-hal jasmani, mulai dari
pembicaraan tentang hak-hak dan kewajiban segolongan umat sampai kepada
pembicaraan tentang akhlak dan perangai serta hukum siksa di dunia.
“Karena itu amat besar perbedaan Al
Qur-an dengan Bibel. Bibel tidak mengandung aturan-aturan yang bertalian dengan
keduniaan. Yang terdapat di dalamnya hanyalah cerita-cerita untuk kesucian
diri. Bibel tidak dapat mendekati Al Qur-an, karena Al Qur-an itu tidak hanya
menerangkan sesuatu yang bertalian dengan amalan keagamaan, tetapi juga
mengupas asas politik kenegaraan. Al Qur-an lah yang menjadi sumber peraturan
negara, sumber undang-undang dasar, memutuskan suatu perkara yang berhubungan
dengan kehartaan maupun kejiwaan.”
2. Keindahan bahasa dan ketelitian
redaksi Al Qur-an
Banyak pakar baik dari Arab sendiri maupun dari Barat yang mengakui keindahan bahasa Al Qur-an. Berikut kami kutipkan beberapa pendapat mereka. George Sale yang merintis penerjemahan Al Qur-an ke dalam bahasa Inggris menulis dalam kata pengantar terjemahannya, antara lain. ” … Al Qur-an ditulis dalam bahasa Arab dengan gaya yang indah dan paling tinggi yang tidak dapat ditiru oleh pena manusia. Oleh karena itu, Al Qur-an mukjizat yang besar. Berbekal mukjizat Al Qur-an Muhammad muncul menguatkan tugas sucinya. Dengan mukjizat itu beliau menantang ribuan sastrawan Arab yang cakap untuk menciptakan satu ayat saja yang dapat dibandingkan dengan gaya Al Qur-an.” Di bagian lain kata pengantarnya, ia menulis. “Sangat luar biasa dampak kekuatan kata-kata (Al Qur-an) yang dipilih dengan baik dan ditempatkan dengan seninya, yang dapat menumbuhkan gairah dan rasa kagum orang yang membacanya.”
Banyak pakar baik dari Arab sendiri maupun dari Barat yang mengakui keindahan bahasa Al Qur-an. Berikut kami kutipkan beberapa pendapat mereka. George Sale yang merintis penerjemahan Al Qur-an ke dalam bahasa Inggris menulis dalam kata pengantar terjemahannya, antara lain. ” … Al Qur-an ditulis dalam bahasa Arab dengan gaya yang indah dan paling tinggi yang tidak dapat ditiru oleh pena manusia. Oleh karena itu, Al Qur-an mukjizat yang besar. Berbekal mukjizat Al Qur-an Muhammad muncul menguatkan tugas sucinya. Dengan mukjizat itu beliau menantang ribuan sastrawan Arab yang cakap untuk menciptakan satu ayat saja yang dapat dibandingkan dengan gaya Al Qur-an.” Di bagian lain kata pengantarnya, ia menulis. “Sangat luar biasa dampak kekuatan kata-kata (Al Qur-an) yang dipilih dengan baik dan ditempatkan dengan seninya, yang dapat menumbuhkan gairah dan rasa kagum orang yang membacanya.”
Seorang sastrawan Arab yang masyhur,
Mustafa Shodiq Ar-Rofi’ie mengakui, antara lain. “Tuhan menurunkan Al Qur-an
dalam bahasa ini (Arab) dengan susunan tersendiri, membuat orang tidak berdaya
menirunya, baik susunan (ayat-ayatnya) yang pendek maupun yang panjang ….
Karena dia adalah pembersihan bahasa dari kekotorannya.”
Dr. Thoha Husein, sarjana Mesir yang
sangat terkenal di dunia Barat mengakui. “Kata-kata terbagi tiga, yakni puisi,
prosa, dan Qur-an. Akan tetapi Qur-an memiliki gaya tersendiri, bukan puisi dan
bukan prosa. Qur-an adalah Qur-an. Ia tidak tunduk pada aturan prosa dan puisi.
Ia memiliki irama sendifi yang dapat dirasakan pada susunan Iafainya dan urutan
ayatnya.”
Tentu saja hanya orang yang memahami
bahasa Arab yang dapat merasakan keindahan bahasa Al Qurran. Sebagaimana
ditegaskan oleh Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al Qur-an, bahwa
tidak mudah untuk mengetahui keindahan bahasa Al Qurran khususnya bagi kita
yang tidak memahami dan tidak memiliki “rasa bahasa” Arab. Sebab keindahan
diperoleh melalui “perasaan”, bukan melalui nalar. Namun demikian, menurut M.
Quraish Shihab ada satu atau dua hal menyangkut redaksi Al Qur-an yang dapat
membantu pemahaman aspek pertama ini.
“Seperti diketahui, seringkali Al
Qur-an “turun” secara spontan, guna menjawab pertanyaan atau mengomentari
peristiwa. Misalnya pertanyaan orang Yahudi tentang hakikat ruh. Pertanyaan ini
dijawab secara langsung, dan tentunya spontanitas tersebut tidak memberi
peluang untuk berpikir dan menyusun jawaban dengan redaksi yang indah apalagi
teliti. Namun demikian setelah Al Qur-an rampung diturunkan dan kemudian
dilakukan analisa serta perhitungan terhadap redaksi-redaksinya, ditemukan
hal-hal yang sangat menakjubkan. Ditemukan antara keseimbangan yang sangat
serasi antara kata-kata yang digunakannya, seperti keserasian jumlah dua kata
yang bertolak belakang.”
Untuk membuktikan adanya
keseimbangan kata yang digunakan dalam AI-Quran, Dr. M. Quraish Shihab
mengambil contoh dari Al I’jaz Al Adabiy li Al Quran Al Karim karya Abdurrazaq
Nawfal. Beberapa di antaranya, adalah:
a. Keseimbangan kata yang bertolak
belakang.
– Kata al-hayah (hidup) dan al-maut (mati), masing-masing disebut 145 kali.
– Kata al-naf’ (manfaat) dan al-madhorroh (mudarat), masing-masing disebut 50 kali. Kata al-har
(panas) dan al-bard (dingin), masinggmasing disebut 4 kali.
– Kata as-sholihat (kebajikan) dan al-syayi’at (keburukan), masing-masing disebut 167 kali.
– Kata al-Thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhiq (kesempitan/kekesalan), masing-
masing disebut 13 kali.
– Kata ar-rohbah (cemas/takut) dan al-roghbah (harap/ingin), masing-masing disebut 8 kali.
– Kata al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing disebut 17
kali.
– Kata al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk Indifinite, masing-masing disebut 8 kali.
– Kata al-shoyf (musim panas) dan al-syita’ (musim dingin) masing-masing disebut 1 kali.
– Kata al-hayah (hidup) dan al-maut (mati), masing-masing disebut 145 kali.
– Kata al-naf’ (manfaat) dan al-madhorroh (mudarat), masing-masing disebut 50 kali. Kata al-har
(panas) dan al-bard (dingin), masinggmasing disebut 4 kali.
– Kata as-sholihat (kebajikan) dan al-syayi’at (keburukan), masing-masing disebut 167 kali.
– Kata al-Thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhiq (kesempitan/kekesalan), masing-
masing disebut 13 kali.
– Kata ar-rohbah (cemas/takut) dan al-roghbah (harap/ingin), masing-masing disebut 8 kali.
– Kata al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing disebut 17
kali.
– Kata al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk Indifinite, masing-masing disebut 8 kali.
– Kata al-shoyf (musim panas) dan al-syita’ (musim dingin) masing-masing disebut 1 kali.
b. Keseimbangan jumlah kata dengan
sinonimnya (dua kata yang artinya sarna).
– Al-harts dan al-Ziro’ah
(membajak/bertani), masing-masing disebut 14 kali
– Al-’ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing disebut 27 kali
– Al-aql dan al-nur (akal dan cahaya), masing-gmasing disebut 49 kali.
– Al-jahr dan al-’aIaniyah (nyata), masing-masing disebut 16 kali.
– Al-’ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing disebut 27 kali
– Al-aql dan al-nur (akal dan cahaya), masing-gmasing disebut 49 kali.
– Al-jahr dan al-’aIaniyah (nyata), masing-masing disebut 16 kali.
c. Keseimbangan antara jumlah kata
dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya.
– Al-infak (infak) dengan al-ridha
(kerelaan), masing-masing disebut 73 kali
– Al-bukhl (kekikiran) dengan al-hasanah (penyesalan), masing-masing disebut 12 kali
– Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-nar / al-ahroq (neraka/pembakaran), masing-masing 154
kali
– Al-Zakah (zakat/penyucian) dengan al-barokat (kebajikan yang banyak), masing-masing disebut
32 kali.
– Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghodb (murka), masing-masing disebut 26 kali
– Al-bukhl (kekikiran) dengan al-hasanah (penyesalan), masing-masing disebut 12 kali
– Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-nar / al-ahroq (neraka/pembakaran), masing-masing 154
kali
– Al-Zakah (zakat/penyucian) dengan al-barokat (kebajikan yang banyak), masing-masing disebut
32 kali.
– Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghodb (murka), masing-masing disebut 26 kali
d. Keseimbangan jumlah kata dengan
kata penyebabnya.
– Kata al-isrof (pemborosan) dengan
al-sur’ah (ketergesa-gesaan), masing-masing disebut 23 kali
– Kata al-maw’izhoh (nasihat/petuah) dengan al lisan (lidah), masing-masing disebut 25 kali
– Kata al-asro (tawanan) dengan al-harb (perang), masing-masing disebut 6 kali
– Kata al-salam (kedamaian) dan al-thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali
– Kata al-maw’izhoh (nasihat/petuah) dengan al lisan (lidah), masing-masing disebut 25 kali
– Kata al-asro (tawanan) dengan al-harb (perang), masing-masing disebut 6 kali
– Kata al-salam (kedamaian) dan al-thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali
e. Disamping
keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.
1) Kata yawm (hari) dalam bentuk
tunggal sejumlah 365 kali sebanyak hari-hari dalam setahun.
Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), jumlah
keseluruhannya hanya tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang
berarti “bulan” (syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), jumlah
keseluruhannya hanya tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang
berarti “bulan” (syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
2) Al Qur-an menjelaskan bahwa
langit ada “tujuh”.
3) Kata-kata yang menunjuk kepada
utusan Tuhan, baik rasul (rasul), atau nabiyy (nabi), atau
basyir (pembawa berita gembira), atau nadzir (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah
518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa
berita tersebut, yakni 518 kali.
basyir (pembawa berita gembira), atau nadzir (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah
518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa
berita tersebut, yakni 518 kali.
3. Kebenaran berita-berita gaibnya,
salah satunya tentang Fir’aun.
Dalam Surat Yunus dikisahkan tentang Fir’aun yang tenggelam di laut merah sewaktu mengejar-ngejar Nabi Musa as. Ditegaskan pula bahwa “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir’aun), supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang sesudahmu, dan kebanyakan manusia melalaikan tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS. Yunus: 92). Dan firman Allah SWT benar adanya. Ahli purbakala, Loret pada tahun 1896 menemukan satu mumi di lembah raja-raja Luxor Mesir, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa as. Sampai sekarang tubuh Fir’aun dalam keadaan utuh di Museum Kairo. Siapa pun yang berkunjung ke sana dapat menyaksikannya.
Dalam Surat Yunus dikisahkan tentang Fir’aun yang tenggelam di laut merah sewaktu mengejar-ngejar Nabi Musa as. Ditegaskan pula bahwa “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir’aun), supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang sesudahmu, dan kebanyakan manusia melalaikan tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS. Yunus: 92). Dan firman Allah SWT benar adanya. Ahli purbakala, Loret pada tahun 1896 menemukan satu mumi di lembah raja-raja Luxor Mesir, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa as. Sampai sekarang tubuh Fir’aun dalam keadaan utuh di Museum Kairo. Siapa pun yang berkunjung ke sana dapat menyaksikannya.
4. Isyarat-isyarat ilmiahnya.
Dalam Al Qur-an banyak isyarat-isyarat ilmiah. Diuraikan oleh Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan” Al Qur-an bahwa banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam AI-Quran. Misalnya diisyaratkan bahwa “Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)” (perhatikan QS. Yunus:5). Atau bahwa jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanyalah bagaikan “ladang” (QS. AI Baqarah: 223), dan masih banyak lagi lainnya yang kesemuanya belum diketahui manusia, kecuali pada abad-abad bahkan tahun-tahun terakhir ini. Dari manakah Muhammad mengetahuinya, kalau bukan dari Dia, Allah SWT. Tuhan yang Maha Mengetahui.
Dalam Al Qur-an banyak isyarat-isyarat ilmiah. Diuraikan oleh Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan” Al Qur-an bahwa banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam AI-Quran. Misalnya diisyaratkan bahwa “Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)” (perhatikan QS. Yunus:5). Atau bahwa jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanyalah bagaikan “ladang” (QS. AI Baqarah: 223), dan masih banyak lagi lainnya yang kesemuanya belum diketahui manusia, kecuali pada abad-abad bahkan tahun-tahun terakhir ini. Dari manakah Muhammad mengetahuinya, kalau bukan dari Dia, Allah SWT. Tuhan yang Maha Mengetahui.
—oOo—
sip lah kuat kan agama kita dengan mengingat keagungan ilahi.coretanyusuf.blogspot.com
BalasHapusokey gan
BalasHapus