Selamat Datang di blog johnrizka ☞

Senin, 19 Maret 2012



BIOGRAFI, KARYA, FILSAFAT
AL- GHAZALI  DAN IBNU SINA






BAB II
PEMBAHASAN
A.  Al-Ghazali
1. Biografi Al Ghazali
            Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Abu Hamid Al-Ghazali. Beliau di lahirkan di Thus, suatu kota di Khurasan pada tahun 450 M. Ayahnya seorang pekerja pembuat pakaian dari bulu (wol) dan menjualnya di pasar. Setelah ayahnya meninggal, Al-Ghazali di asuh seorang ahli tasawuf.
            Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqh di negerinya sendiri pada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar Rasikani, kemudian belajar pada Imam Abi Nasar Al Ismaili di negeri Jurjan. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negerinya, maka ia berangkat ke Naishabur dan belajar pada Imam Al Haromain. Di sinilah ia mulai kelihatan tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu Mantiq (logika), falsafah, dan fiqh madzhab Syafi’i. Karena kecerdasanya itulah Imam Al Haromain mengatakan bahwa Al Ghazali itu adalah “Lautan Tak Bertepi…..”
            Setelah Imam Al Haromain wafat, Al Ghazali pergi ke Al Azhar untuk berkunjung kepada menteri Nizam al Muluk dari pemerintahan dinasti Saljuk. Ia di sambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang ulama’ besar. Kemudian dipertemukan dengan para alim ulama’ dan para ilmuan. Semuanya mengakui akan ketinggian ilmu yang dimiliki Al Ghazali. Menteri Nizam al Muluk akhirnya melantik Al Ghazali pada tahun 848 H./1091 M. Sebagai guru besar (profesor) pada perguruan tinggi Nizammiyah yang berada di kota Baghdad. Al Ghazali kemudian mengajar di perguruan tinggi selama empat tahun. Ia mendapatkan perhatian yang serius dari para mahasiswa, baik yang datang dari dekat atau dari tempat yang jauh, sampai ia menjauhkan diri dari keramaian.
            Pada tahun 488 H. Al Ghazali pergi ke makkah untuk menunaikan kewajiban rukun islam yang ke lima. Setelah selesai mengerjakan haji, ia terus pergi ke Syria (Syam) untuk mengunjungi Baitul Maqdis, kemudian melanjutkan perjalananya ke Damaskus dan menetap untuk beberapa lama. Disini beribadah di masjid Al Umawi pada suatu sudut hingga terkenal sampai sekarang dengan nama Al Ghazaliyah. Pada saat itulah ia sempat mengarang sebuah kitab yang sampai kini kitab tersebut sangat terkenal yaitu Ihya’ Ulumud Din. Al Ghazali tinggal di Damaskus itu kurang lebih selama 10 tahun, di mana ia hidup dengan amat sederhana, berpakaian seadanya, menyedikitkan makan minum, mengunjungi masjid-masjid, memperbanyak ibadah atau berbuat yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berkhalwat.
            Setelah penulisan Ihya Ulumud Din selesai, ia kembali ke Baghdad, kemudian mengadakan majlis pengajaran dan menerangkan isi dan maksud dari kitabnya itu. Tetapi karena ada desakan dari penguasa yaitu Muhammad penguasa waktu itu. Al Ghazali di minta kembali ke Naisabur dan mengajar di perguruan Nizammiyah. Pekerjaan ini hanya berlangsung dua tahun, untuk akhirnya kembali ke kampung asalnya, Thus. Di kampungnya Al Ghazali mendirikan sebuah sekolah yang berada di samping rumahnya, untuk belejar para fuqaha’ dan para mutashwwinfin (ahli tasawuf). Ia membagi waktunya guna membaca Al qur’an, mengadakan pertemuan dengan para fuqaha’ dan ahli tasawuf, memberikan pelajaran bagi orang yang ingin mengambilnya dan memperbanyak ibadah (shalat). Di kota Thus inilah beliau akhirnya meninggal pada hari senin tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H./1111 M[1].
2. Hasil Karyanya
            Karangan Al Ghazali berjumlah kurang lebih 100 buah. Karangan-karanganya meliputi berbagai macam lapangan ilmu pengetahuan, seperti ilmu kalam(theology Islam), fiqh(hukum islam), tasawuf, akhlak, dan autobiografi. Sebagian besar dari karanganya adalah berbahasa Arab, dan sebagian lagi berbahasa Parsi.
            Di antara karangan yang banyak itu ada beberapa kitab yang kurang mendapat perhatian di kalangan ulama’ Indonesia. Namun sangat terkenal di negeri barat. Yaitu di antaranya buku yang menyebabkan polemik di antara ahli filsafat, buku tersebut adalah Maqashidul Falasifah (tujuan para ahli filsafat) dan kitab Tahafut Al Falasifah (keberantakan para filosof)
            Kitabnya yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin, yang artinya menghidupkan ilmu-ilmu agama, dan yang di karangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara Syam, Yerussalem, Hijaz, dan Yus, dan yang berisi paduan indah antara fiqh, tasawuf dan filsafat, bukan saja terkenal di kalangan kaum muslimin, tetapi juga di dunia barat dan luar Islam.
            Bukunya yang lain yaitu Al Munqidz min Ad Dhalal (penyelamatan dan kesesatan) berisi sejarah pekembanagn alam pikiran dan mencerminkan sikapnya yang terakhir terhadap beberapa ilmu,serta jalan untuk mencapai Tuhan. Di antara penulis-penulis modern banyak yang mengikuti jejak Al Ghazali dalam menuliskan autobiografinya.
            Di samping para penulis barat tersebut juga ada beberapa yang menerjemahkan beberapa karangan Al Ghazali yang terkenal ke dalam berbagai bahasa Eropa, yaitu seperti :
a1.      Carra De Vaux menterjemahkan buku Tahafut Al Falasifah.
b2.      De Boer dan Asin Palacois masing-masing menterjemahkan beberapa bagian dari buku Tahafut Al Falasifah.
34.      H. Bauer, menterjemahkan Qawaid Al ‘Aqaid, dalam bukunya Die Dogmatik Al Ghazali’s
d5.     Barbier de Minard, menterjemahkan, Al Munqidzu min Ad Dhalal.
e6.      W.H.T. Craidner, London, menterjemahkan buku Misykat Al Anwar.
f)       D.B. Mac Donald, menterjemahkan beberepa pasal dari Ihya Ulumuddin[2].
3. Ajaran Al Ghazali
a. Tasawuf
            Al Ghazali di kenal sebagai orang yang haus akan segala ilmu pengetahuan. Ia berusaha sekeras mungkin agar dapat mencapai suatu keyakinan dan mengetahui hakikat segala sesuatu. Sehingga senantiasa ia bersikap kritis dan kadang ia tidak percaya terhadap adanya kebenaran semua macam pengetahuan, kecuali yang bersifat inderawi dan pengetahuan hakikat. Namun pada kedua pengetahuan inipun ia akhirnya tidak percaya(skeptis)[3].
            Dalam keadaan seperti ini, maka muncul pertanyaan, bagaimana corak tasawuf Al Ghazali? Ketika itu tasawuf bersikap negatif dan asing dari semangat dan jiwa Islam. Kering dari ajaran Islam. Hal ini dapat di lihat pada aliran-aliran tasawuf ekstrim. Inilah yang menimbulkan reaksi dan kemarahan aliran islam sunni.
            Maka datanglah Al Ghazali untuk memasukkan tasawuf dalam pangkuan Islam Sunni. Ia masuki kehidupan tasawuf, tetapi ia tidak melibatkan diri dalam aliran tasawuf inkarnasi dan taswuf pantheisme, dan buku-buku yang di karangnya juga tidak pula keluar dari jalan (sunnah) Islam yang benar[4].
b. Filsafat Metafisika
            Al Ghazali menghantam pendapat-pendapat filsafat Yunani, di antaranya juga Ibnu Sina, dalam dua puluh masalah. Di antaranya yang terpenting adalah:
11.    Al Ghazali menyerang dalil-dalil filsafat (Aristoteles) tentang azalinya alam dan dunia. Di sini Al Ghazali berpendapat bahwa alam (dunia) berasal dari tidak ada menjadi ada sebab di ciptakan oleh Tuhan.
22.      Al Ghazali menyerang kaum filsafat (Aristoteles) tentang pastinya ke abadian alam. Ia berpendapat bahwa soal keabadian alam itu terserah kepada Tuhan semata. Mungkin saja alam itu terus-menerus tanpa akhir andaikata Tuhan menghendakinya. Akan tetapi, bukanlah suatu kepastian harus adanya keabadian alam di sebabkan oleh dirinya sendiri di luar iradat Tuhan.
33.      Al Ghazali menyerang pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan hanya mengetahui soal-soal yang besar saja, tetapi iadak mengetahui soal-soal yang kecil.
44.      Al Ghazali juga menentang pendapat filsafat bahwa segala sesuatu terjadi dengan kepastian hukum sebab akibat semata, dan mustahil ada penyelewengan dari hukum itu. Bagi Al Ghazali segala peristiwa yang serupa dengan  hukum sebab dan akibat itu hanyalah kebiasaan (adat) semata, dan bukan hukum kepastian[5].
c. Etika
            Filsafat etika Al Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya dalam bukunya Ihya Ulumudin. Dengan kata lain, filsafat etika Al Ghazali adalah teori tasawufnya
            Dalam Ihya Ulumuddin itu Al Ghazali mengupas rahasia-rahasia ibadah dari tasawuf dengan mendalam sekali. Misalnya dalam mengupas soal At Thaharah ia tidak hanya mengupas kebersihan badan lahir saja, tetapi juga kebersiahn rohani. Dalam penjelasannya yang panjang lebar tentang shalat, puasa, dan haji kita dapat menyimpulkan bahwa bagi Al Ghazali semua amal ibadah yang wajib itu merupakan pangkal dari segala jalan pembersihan rohani[6].
d. Konsep Iman dan Kufur
            Al Ghazali dalam pemikiranya, menentang ilmu kalam dan para ulama’ kalam, meski ia sendriri tetap menjadi seorang tokoh ilmu kalam. Sebagaimana penyeranganya terhadap argumen-argumen para filosof, tetapi tetap ia menjadi tokoh filosof. Kritikan Al Ghazali kepada ulama’ kalam hanya ditujukan kepada tingkah laku mereka dan kejauhan hati mereka dari agama yang di pertahankannya oleh mereka melalui argumentasi.          
            Dalam memperkuat iman orang-orang biasa, menurut Al Ghazali tidak di perlukan argumen-argumen pemikiran yang dalam. Ia menyayangkan adanya pertentangan pendapat dalam beberapa persoalan dan tuduhan telah menjadi kafir yang di keluarkan oleh pengikut beberapa aliran terhadap orang lain yang tidak sependapat dengan mereka, karena dirasa perlu untuk memberikan batas pemisah antara iman dengan kufur dan atau antara islam dengan non islam[7].
B.Ibnu Sina
1. Biografi Ibnu Sina
            Abu Ali al- Husayn bin Abdullah bin Sina (980-1037) atau yang secara umum di kenal dengan nama Ibnu Sina atau Avicenna (bahasa latin yang terdistorsi dari bahasa Hebrew Aven Sina) adalah seorang ensiklopedis, filosof, fisiologis, dokter, ahli matematika, astronomer, dan sastrawan. Bahkan , di bebeapa tempat ia lebih terkenal sebagai sastrawan dari pada seorang filosof. Dia adalah ilmuan dan filosof muslim yang sangat terkenal dan salah seorang ilmuan dan filosof terbesar sepanjang masa.
            Dia lahir di Afsanah, Bukhara, Transoxiana (Persia Utara). Dia mengajar kedokteran dan filsafat di Isfahan, kemudian tinggal di Teheran. Dia adalah seorang dokter ternama, di mana mulai abad ke-12 sampai ke-17, bukunya dalam bidang pengobatan, Qanun fi ath-Thiibb, menjadi rujukan di berbagai Universitas di Eropa[8].
            Ibnu Sina dibesarkan di daerah kelahirannya. Ia belajar Al-qur’an dengan menghafalnya dan belajar ilmu- ilmu agama serta ilmu- ilmu pengetahuan umum, seperti; astronomi, matematika, fisika, logika, kedokteran dan ilmu metafisika.
            Ketika umur beliau belum mencapai 16 tahun sudah menguasai ilmu kedokteran, sehingga banyak orang yang datang kepadanya untuk berguru. Kepandainnya tidak hanya dalam teori saja, melainkan segi praktikpun ia menguasai[9].
            Pada waktu usianya mencapai 22 tahun, ayahnya meninggal dunia, kemudian ia meninggalkan negeri Bukhara untuk menuju ke Jurjan, dan dari sini ia pergi ke Chawarazm. Di Jurjan ia mengajar dan mengarang, tetapi karena kekacauan politik, ia tidak lama tinggal disitu. Kemudian ia hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, hingga sampai di Hamadan. Ditempat ini beliau di jadikan menteri oleh Syamsuddaulah untuk beberapa kali, meskipun disini ia pernah di penjarakan beberapa bulan, kemudian ia perrgi ke Isfahan, di bawah penguasa Ala Addaulah, ia disambut baik olehnya. Namun pada akhir kehidupannya ia kembali ke Hamadan, ketika Ala Addaulah merebut negeri Hamadan. Ia meninggal pada tahun 428 H/ 1037 M. Pada usia 57 tahun.
2.Hasil Karyanya
            Ibnu Sina meskipun disibukkan oleh kegiatan politik namun karena kecerdasan yang dimilikinya, menyebabkan ia mampu menulis beberapa buku. Karena ia pandai mengatur waktu dalam aktifitas politik, mengajar dan mengarang. Dalam tulis  menulis tidak kurang dari 50 lembar karya yang dapat disajikan. Ia sangat berjasa bagi para ilmuan, dengan karya- karyanya yang berguna.
            Adapun karangan- karangan Ibnu Sina yang terkenal adalah;
1.      As-Syifa, buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar, dan terdiri dari empat bagian yaitu logika, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut mempunyai beberapa naskah yang tersebar di berbagai perpustakaan barat dan timur. Bagian ketuhanan dan fisika pernah dicetak dengan cetakan batu di Taheran. Pada tahun 1956 Lembaga keilmuan Cekoslowakia di Praha menerbitkan pasal ke enam dari bagian fisika yang khusus mengenai ilmu jiwa, dengan terjemahannya ke dalam bahasa prancis, di bawah asuhan Jean Pacuch. Bagian logika di terbitkan di Kairo pada tahun 1954, dengan nama Al Burhan, dibawah asuhan Dr. Abdurrahman Badawi.
2.      An- Najat ,buku ini merupakan ringkasan buku As Syifa, dan pernah di terbitkan bersama-sama dengan buku Al- Qanun dalam iilmu kedokteran pada tahun 1593 M. Di Roma pada tahun 1331 H di Messir.
3.      Al- Syarat Wat- Tanbihat, buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah di terbitkan di Leiden pada tahun 1892, dan sebagiannya diterjemahkan kedalam bahasa prancis. Kemudian diterbitkan lagi di Kairo pada tahun  1947 di bawah asuhan Dr. Sulaiman Dunia.
4.      Al- Hikmat Al- Masyriqiyyah, buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah- naskahnya yang masih ada memuat bagian logika. Ada yang mengatakan bahwa isi buku tersebut mengenai tasawuf. Tetapi menurut Carlose Nallino, berisi filsafat timur sebagai imbangan dari filsafat barat.
5.      Al Qanun, atau Canon of Medicine, menurut penyebutan orang- orang barat. Buku ini pernah di terjemahkan ke dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standard untuk Universitas- Universitas Eropa, sampai akhir abad ke 17 M. Buku tersebut pernah di terbitkan di Roma tahun 1593M. Dan di India tahun 1323H.
3. Filsafat ajaranya
a) Tentang Wujud
            Ibnu Sina tentang wujud, sebagaimana para filosof muslim terdahulu. Dari Tuhanlah kemaujudan yang mesti, mengalir intelegensi pertama sendirian karena hanya dari yang tunggal.
            Kami mengatakan bahwa Tuhan, dan hanya Tuhan saja yang memiliki wujud tunggal, secara mutlak, sedang segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Karena ketunggalanya, maka apakah Tuhan itu di nyatakan bahwa ia ada, bukanlah dua unsur dalam satu wujud tetapi satu unsure atomic dalam wujud yang tunggal.
            Sesungguhnya menurut Ibnu Sina, Tuhan menciptakan sesuatu karena adanya keperluan yang rasional ini, Ibnu Sina menjelaskan pra-pengetahuan Tuhan tentang semua kejadian, seperti apa yang kita lihat dalam pembahasanya tentang Tuhan. Dunia, secara keseluruhan ada bukan hanya karena kebetulan, tetapi di berikan oleh Tuhan, ia di perlukan, dan keperluan ini diturunkan dari Tuhan.
b) Teori Fisika
            Kajian yang di kemukakan Ibnu Sina dalam masalah ini adalah bersifat teori, dan obyeknya yaitu benda yang wujud, dimana ia terdapat dalam perubahan, diam , dan bergerak. Ilmu Fisika mempunyai beberapa dasar yang hanya bisa di ketahui oleh orang yang mendalami ilmu ketuhanan. Sebagai dasar-dasar itu adalah:
1.      Benda (maddah), shurah (form), dan tiada (adam)
2.      Gerak dan diam
3.      Waktu atau masa
4.      Tempat dan kekosongan
5.      Terbatas dan tidak terrbatas
a)Benda, surah, dan tiada
            Setiap benda yang tersusun mempunyai tiga unsure, yaitu bendanya surah dan tiada. Demikian menurut Aristoteles. Sebelum terjadinya surah, meskipun benda itu satu jumlahnya, namun ia mengandung dua unsure yang berbeda. Pertama, adalah unsure yang tetap. Kedua, adalah yang terjadi akibat adanya perubahan.
            Teori ini dari Aristoteles yang di transfer Ibnu Sina dengan mengatakan bahwa benda alam terdiri dari amaddah ( bendanya). Sebagai tempat, dan dari surah, sebagai perkara yang bertempat padanya. Hubungan benda dengan surat sama dengan hubungan perak dengan patung. Jadi benda alam mempunyai tambahan (perkara yang mengikutinya) yaitu a’rah (sifat-sifat), seperti gerak, diam dan lain-lain.
            Bagi tiada tidak semua ia menjadi sumber bagi yang ada, melaikan hanya tiada yang di sertai wujud alam potensi ayau dengan kata lain hanya tiada yang mungkin wujud. Sebagai contoh:” adanya pisau pada wapper (selongsong) dan pada besi tua”. Tetapi tidak ada pada kedua perkara tersebut tidak sama, sebab tidak adanya pisau tidak bisa menjadi sumber adanya pisau karena wujud pisau karena potensi (bahan) sudah terdapat pada besi tua, dan kemudian agar menjadi pisau benar-benar, sebagai aktualitas, tetapi wujud pisau sebagai potensi tidak terdapat sama sekali pada wapper. Karena tiap-tiap benda yang memuat tiada yang menjadi sumber jadi wujud terhadap sesuatu tersebut hule bagi sesuatu itu.
b) Gerak dan Diam
            Gerak adalah pergantian keadaan yang menetap pada benda sedikit demi sedikit, dengan menuju kepada suatu arah tertentu. Demikian kata ibnu sina. Ia menambahkan bahwa tiap-tiap gerak terdapat pada perkara yang bisa bertambah atau berkurang, sedangkan jauhar ( benda-benda kecil/atom ). Dengan demikian kejadian jauhar dan kemusnahanya tidak merupakan gerak, melainkan sesuatu yang terjadi dengan sekaligus. Atau bisa dikatakan perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain adalah gerak. Begitu pula perpindahan dari putih ke hitam dan bertambah atau berkurangnya sesuatu bentuk juga dikatakan gerak.
            Tentang diam, maka dikatakan oleh Ibnu Sina sebagai tidak adanya gerak dari suatu yang bisa bergerak. Jadi perlawanan antara diam dengan gerak sama dengan perlawanan antara tiada dengan nyata.
c) zaman
            Zaman adalah ukuran (kadar) gerak yang bundar, dari segi maju mundurnya. Apabila zaman itu adalah ukuran gerak, sedang zaman itu bukan baru ( dari segi zaman ) maka artinya gerak itu bukan hal yang baru.
            Zaman tidak dijadikan dalam proses waktu, melainkan kejadian tersebut adalah ibda’ ( ciptaan ), dimana penciptaanya tidak mendahuluinya dari segi singkatan dan martabat. Kalau sekiranya zaman itu mempunyai sumber ( asal) maka berarti zaman itu terjadi sesudah ada zaman lain yang mendahuluinya. Sebab pengertian baru dalam zaman adalah bahwa zaman itu asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Jadi sekali lagi apabila zaman itu ukuran gerak dan zaman itu bukan baru, maka gerak itupun bukan hal yang baru.
d) dan e) Tempat, kekosongan, terbatas, dan tidak terbatas.
            Tempat adalah sesuatu yang didalamnya terdapat suatu benda. Jadi tempat itu meliputi benda itu, memuatnya, terpisah darinya, terjadi suatu gerakan dan sama ( seimbang) dengan benda tersebut. Sebab tidak mungkin terdapat dua benda dalam satu tempat dan dalam masa yang satu pula. Tempat itu bukan benda (mamer = hule = materi ) bukan pula surah ( form), karena kedua-duanya hanya berada pada suatu yang terdapat dalam tempat.
            Kemudian dalam soal kekosongan, ibnu sina tidak membenarkan adanya kekosongan, sebagaimana ia mengingkari adanya keterbatasan ( kadar) yang tak terhingga, atau adanya bilangan yang tidak berakhir ataupun gerak yang tidak berpangkal.
c.Ilmu Jiwa
            Pembahasan Ibnu Sina tentang masalah jiwa, tidak keluar dari aliran filsafatnya secara global, meski dalam dalam usaha yang berkaitan dengan menghimpun, menyusun, mengompromikan atau menyeleksi. Dalam melakukan perpaduan, ia mempunyai tujuan tertentu yang ia miliki, tetapi ia juga mempunyai metode tersendiri di dalam melakukan perpaduan itu. Sehingga ia tetap memiliki karakteristik yang membedakan antara dirinya dengan para ahli lainya.
           
           
           



           












                                                           BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1.Al Ghazali

            Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Abu Hamid Al-Ghazali. Beliau di lahirkan di Thush. Diantara karya  beliau adalah: ilmu kalam(theology Islam), fiqh(hukum islam), tasawuf, akhlak, dan autobiografi. Dan hasil filsof beliau adalah Tasawuf, Filsafat Metafisika, Etika,dan Konsep iman dan kufur.
 2.Ibnu Sina
1.Biografi Ibnu Sina
Abu Ali al- Husayn bin Abdullah bin Sina (980-1037) atau yang secara umum di kenal dengan nama Ibnu Sina. Beliau lebih dikenal sebagai filosof ilmu kedokteran. Diantara karya beliau adalah As-Syifa, An- Najat, Al- Syarat Wat- Tanbihat, Al- Hikmat Al- Masyriqiyyah, Al Qanun, atau Canon of Medicine. filsafatnya Ibnu Sina ada beberapa pemikiran yaitu: Tentang wujud, Teori Fisika, Ilmu Jiwa, dan yang lainya.
B. SARAN
Filsafat Islam ini juga begitu rumit dalam mempelajarinya. Karena ilmu filsafat itu suatu pemikiran seorang filosof. Semoga dengan adanya makalah ini,  seorang pembaca bisa:
1.Mengetahui tokoh-tokoh filsafat islam dengan mempelajari biografi, karya, dan pemikiran filsafatnya.
2.Seorang pembaca bisa berfikir, sangatlah besar tokoh filsafat kita. Semoga kita dapat menirunya walaupun tidak sempurna seperti tokoh-tokoh di atas.

DAFTAR PUSTAKA

            Musthofa, Filsafat Islam, Pusttaka Setia, Bandung, 1997.
             Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2004.


[1] Musthofa, Filsafat Islam, CV.PUSTAKA SETIA, Bandung, 1997, hlm.214-216.
[2] Ibid, hlm.219-221.
[3] Ibid, hlm.224.
[4] Ibid, hlm.227.
[5] Ibid, hlm.228.
[6] Ibid, hlm.240.
[7] Ibid, hlm.242.
[8] Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2004, hlm.89-90.
[9] Musthofa, Filsafat Islam, Pusttaka Setia, Bandung, 1997, hlm.188-189.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar